Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Wednesday 26 June 2019

KEPASRAHAN DI BALIK KETIDAKBERDAYAAN

Beberapa tahun yang silam, ada seorang ibu tua , mantan aktivis organisasi dan ibu dari seorang tokoh parpol terkenal, yang sering berkunjung ke tempat praktekku. 

Si ibu tua ini menderita penyakit glaukoma kronis. Dia hampir kehilangan seluruh penglihatannya karena seluruh syaraf matanya rusak sehingga tentu saja mustahil untuk dapat disembuhkan. 
Seperti biasa, usai melakukan pemeriksaan, aku selalu mengajaknya berbincang bincang.

Suatu hari, dia berkata, 'Apa penglihatan saya masih bisa kembali normal lagi, dok ?, tanyanya dengan wajah terlihat pedih, gusar dan kecewa , seakan akan tak rela menerima keadaannya seperti itu. 
'Dok, saya masih ingin sekali membaca kitab suci dengan kedua mataku ini sebelum meninggal dunia', katanya.  Aku terdiam membisu. 

Dia pulang dengan wajah sedih. Rupanya, itulah kunjungannya yang terakhir karena setelah itu dia tak pernah datang lagi ke tempat praktekku.

Peristiwa itu segera kulupakan sampai aku membaca sebuah kisah di dalam sebuah buku yang berjudul 'The Spirituality of Imperfection', tiba tiba aku diingatkan kembali oleh ucapan si ibu tua itu.

Pada halaman 221-222, kedua penulis buku ini, Ernest Kurtz dan Katherine Ketcham, mengutip sebuah kisah Sahabat Nabi Muhammad saw bernama Sa'ad bin Abi Waqqash yang bertahun-tahun  tinggal di kota Mekkah dalam keadaan buta. Di sekelilingnya, banyak orang yang ingin dido'akannya. 
Setiap orang yang ia berkati dengan do'anya merasa hidupnya lebih baik dan urusannya lebih lancar.

Suatu hari, anaknya Abdullah bin Sa’ad, bertanya, ' Ayah, do'a ayah untuk orang lain selalu dikabulkan oleh Allah . Mengapa ayah tidak berdo'a buat diri ayah sendiri supaya disembuhkan dari kebutaan ? '. 


Sa'ad menjawab, ' Anakku, kepasrahan kepada kehendak Allah lebih baik dari kesenangan diri karena bisa melihat lagi - Submission to the will of God is far better than the personal pleasure of being able to see '.

Jalaluddin Rakhmat  ( di dalam buku 'Jalan Rahmat' ) menulis :

'Sa'ad menemukan kenikmatan dalam kepasrahan total kepada Allah. Ia tahu bahwa di balik semua peristiwa ada rencana Ilahi yang tidak diketahuinya. Ia yakin bahwa kehendak Ilahi pasti lebih baik dari kehendaknya'.

'Boleh jadi ia juga sudah mencoba berdoa agar matanya sembuh kembali. Namun, Tuhan tidak mengabulkan doanya. Mungkin mula-mula ia meradang, ingin memaksakan kehendaknya. Tetapi dalam kesunyian dan perenungannya, ia menemukan keindahan dalam kepasrahan kepada Tuhan.

Kisah  di atas segera menyadarkan diriku bahwa di balik penyakit ataupun cacat yang diderita oleh para pasienku yang sebagiannya tidak bisa lagi disembuhkan  sesungguhnya selalu ada makna, pelajaran dan pesan spiritual yang dapat kita reguk. 

'Every Cloud Has A Silver Lining', kata peribahasa Inggeris. 

Bahwa di setiap awan yang berwarna kelabu selalu ada garis-garis perak di atasnya. Di balik kegelapan selalu ada setitik cahaya yang bersinar terang dan di belakang semua kekurangan pasti ada dimensi ruhaniahnya. 
Dan hanya orang - orang yang memasrahkan dirinya kepada Tuhan yang dapat 'melihat' terangnya cahaya itu.

'Tidak ada musibah apapun  yang akan menimpa diri kita kecuali yang telah ditentukan oleh Allah buat kita. Dialah Pelindung kita dan hanya kepada Allah jualah orang orang yang memiliki iman di dalam hatinya senantiasa memasrahkan diri mereka dengan sepenuh hati' ( At Taubah 51).

Salam

(dr.Riki Tsan,SpM)